Minggu, 31 Maret 2019

Untuk Min Yoongi

Pelangi tidak akan jatuh cinta pada malam. Tetapi malam akan jatuh cinta padanya.

Seperti aku.
Aku adalah bayangan yang jatuh cinta pada cahaya,
Aku adalah hampa yang mencintai irama, dan aku adalah mendung yang menyayangi langit cerah.

Aku ironi yang mengharapkan seseorang yang mustahil untuk dimiliki, bahkan seseorang yang bisa membuatku lenyap tak berbekas.

Yoongi.
Hatiku adalah kekosongan berat yang aku pikul sembari meniti waktu,
Semakin lama aku hidup, semakin panjang waktu yang akan aku tempuh, lalu semakin banyak yang hilang dari sana.

Tapi aku tidak kehilanganmu Yoon,

Kamu entitas berwujud manusia. Tiap menit yang berangsur-angsur mengosongkanku, tapi dengan cara yang tidak bisa aku jelaskan kamu tetap utuh duduk mengisi kosongnya hatiku yang bahkan telah robek meski aku coba menisiknya berkali-kali.

Kamu Min Yoongi
Aku mencintaimu, meski yang kau lakukan hanya berdiri dan bernapas di tempat yang jauh dengan senyum terbaikmu, aku mencintaimu meski aku banyak kehilangan cinta untuk dunia.

Alih-alih orang bilang agar aku berhenti berhubungan dengan segala sesuatu yang berpaut padamu, tapi kalian tahu ?
Berhenti itu tak semudah itu, sebab hatiku telah kosong lama sekali, dan dia Min Yoongi datang untuk mengisinya.
Bahkan banyak sekali waktu yang aku lewati 22 tahun belakangan, tapi kenapa aku jatuh sedalam ini dengan mu Yoon, tak habis pikir bagaimana hebatnya eksistensimu hingga menyedot seluruh atensiku dari hiruk-pikuk dunia. Menenggelamkan aku dari rumitnya orang-orang sekitar, duniaku berputar-putar dalam galaksi bernama fantasi. Aku berdelusi.

Yoongi, di dunia yang pararel ini kalau aku terlahir lagi sebagai perempuan aku pikir aku tetap akan jadi manusia bodoh yang akan jatuh cinta padamu berkali-kali.

Yoongi, kalau aku menangis agar memintamu berhenti jadi cinta yang tidak bisa aku miliki di semua kehidupan tempatku tinggal bagaimana ?

Minggu, 17 Februari 2019

Cara Kita Pulang

Jung, kita akan pulang naik bus, naik pesawat tiket dan ongkosnya mahal, uang kita tak cukup ,naik kereta kita tak dapat selembar pun tiket. Di bangku dua orang aku memilih duduk dekat jendela dan kau disisiku, aku tak peduli pada tempias hujan yang mengetuk-ngetuk jendela, kepalaku berat sekali untuk sekedar tegak. Aku tak tahu kau membayangkan apa. Kita mampir ke sebuah toko, aku memilih-milih buku kau sibuk memilih-milih baju. Kita berdua berjalan pada setapak yang sedikit bongkok, kau genggam jari jemariku.
Aku bermimpi punya sepatu baru bergambar biskuit, sedang kau angankan tentang sebatang cokelat yang pahit,
Jung kau sibak anak rambutku, seperti menyibak dunia lalu kita.
Kita berjalan di lorong-lorong kota ini
Kau ciumi puncak kepalaku, kau kecupi nasib pahit dan getirku, kau bisiki aku dengan kata-katamu ,kau suruh aku kuat.
Jung dunia ini semakin menua, lipatan diwajahku seperti baju yang tak disetrika, maukah kau tetap bersamaku sampai aku jadi kusut dan lusuh ?
Semoga engkau tetap ingat gelang biji pinang yang engkau beri sewaktu dulu,

Jung Hoseok, bisakah kau beritahu aku bagaimana agar ini bisa berhenti barang sebentar ?
Bisakah aku memberi koma pada dunia yang penuh angka-angka, memberi jeda pada dunia penuh perhitungan ini ?
Jung, tak adakah kursi kosong untuk kita duduki berdua ?
Kenapa rumah kita masih sangat jauh ?
Banyak sekali hal-hal yang berkecamuk dikepalaku saat ini Jung,,

Jung tentang leluconmu yang tak lagi melucu, dunia semakin memudar dalam tatapan mata,
Terimakasih karena tawamu masih mampu membuat luka ini samar
Meski kau tak pernah tahu tentang tangisanku yang tak pernah selesai.

Elleanor Kimm 2019

Puisi ini terinspirasi dari sebuah cerita berjudul "Orang-Orang didalam Bus" milik Tersugakan dan sekali lagi ide acak dari otak saya.
Kalau ada yg heran kenapa saya pake nama Hoseok, ya karena saya suka dia , dan ini tepat ulangtahunnya. Dia laki-laki baik.

Pada Harap

Kepada Jung Hoseok : aku ingin berjumpa denganmu. Tentu bukan di sebuah tempat yang gemerlap serupa matamu. Bukan juga pada tempat yang bingar serupa panggungmu.
Melainkan disebuah pondok sederhana yang kita sebut rumah. Kita akan bercengkrama tentang daging-daging yang diasapkan, sawi yang difermentasi, atau tentang sup rumput laut, mungkin ?

Kepada Jung Hoseok, aku mau bercerita padamu tentang cerita yang tak akan habis, cerita tentang anak perempuan berambut ikal yang ingin menyentuh langit, katanya ia mau mencairkan satu bintang untuk ia persembahkan kepada seseorang yang dicintainya. Cerita yang kita tidak tahu akhirnya,cerita yang selalu engkau pisahkan subjek, predikat, dan objeknya. Lalu saat kau menemukan titik terang dari akhir ceritanya, kau akan tertawakan aku sebab kau lihat aku mengeja sampai otakku mendidih aku tak temukan jawabannya. Aku kalah.
Lalu aku jadi angin. Aku jadi angin yang merengkuh tubuhmu yang menjulang. Mungkin aku perlu bermeter-meter atau lebih untuk mengukur tinggimu. Akhhh, aku pusing, yang aku tahu bahwa aku ingin bercerita denganmu lebih lama, menyatu denganmu jadi kesatuan yang mendobrak fluktuasi diluar angkasaku. Menjelma jadi cerita yang membuatku ternyuh.

Jung Hoseok, jika ada cerita lagi, aku mau bercerita denganmu lebih lama dari ini.

Kepada Jung Hoseok : dapatkah aku terus mengenangmu dengan keterbatasan, dengan cinta yang mengaksara, dan rindu yang beraroma?

Sabtu, 12 Januari 2019

Mimpi

Ayah,Ibu sudah 8.030 hari lebih, terimakasih telah menjadikanku cinta pertamamu, bahkan sebelum kalian melihat wujud dan sifatku, tapi hari ini aku ingin mencari pusat duniaku, ingin menemukan takdirku diantara umat-umat manusia itu, meskipun takdirku nantinya berujung pedih.

Ayah, Ibu bukan aku tidak sanggup, hanya saja selalu ada yang meresahkan, seperti tentang lukamu yang tak tersampaikan, akupun sama, kita sama-sama menanggung sesuatu yang meresahkan itu, sesuatu yang tidak dapat aku bagi dengan orang lain.
Lantaran aku bukan apa-apa aku tak bisa mengelim musim-musim berikutnya dengan sesuatu yang indah, bahkan jika itu hanya sekedar tiga cangkir teh yang kita minum bersama.

Lantas aku tidak harus menyesalinya bukan?

Bu, waktu itu aku bermimpi tentang kumandang takbir yang kita nyanyikan bertiga, ibu, ayah, dan aku. Aku berdoa semoga mimpiku jadi nyata,
Ayah aku harap kelak kau akan selalu tersenyum menyambut setiap kepulanganku selepas bekerja karena sungguh dunia luar telah menghantamku dengan keras seperti dulu dirimu yang pulang dengan peluh.
Ibu aku rindu usapan tangan kasarmu itu, rindu omelanmu yang sambil membawa ranting kecil saat aku sudah berulah, rindu saat -saat kita berkeluh kesah sepanjang jalan Durensari-Semagung.
Terimakasih telah menjelma menjadi siluet the Starry night yang bisu tapi banyak bicara, yang buta tapi banyak tahu,
Ayah ibu dan kepada apapun waktu ini semoga kalian dapat memeluk bahagiamu, sehatmu dalam genggaman baik pagi, sore, atau malammu, tanpa takut hari menjadi berat.
Maaf aku tidak mungkin mencairkan bintang dalam genggamanmu, atau mengubah buih jadi sehelai sutra untuk kalian pakai.

Jumat, 11 Januari 2019

Beban

Dua puluh dua tahun aku seperti lupa cara ibu memandikan kami di bak bekas ia mencuci baju-baju,
lupa cara ibu membagi nasi untuk kami makan bertujuh
Dan aku lupa cara ayah memikul tabung-tabung bambu berisi gula-gula mentah.
Mereka hanya tersenyum dalam usahanya menegakkan meja kehidupan yang reyot itu.
Dalam marahnya ayah ibuku diam
Dalam lelahnya mereka juga diam, tapi suatu hari nyatanya pernah aku temukan ibuku menangis dalam diamnya,
Kutemukan pula ayahku memerah pada ucapannya,bergetar dan terisak.
Mereka bilang lelaki itu tidak seharusnya menikahi kakak-kakakmu,
yang barang aku sadari saat kami berdoa di hari raya,kedua kakakku tidak datang kerumah Tuhan.
Mengapa kami tengadah dan mereka hanya menautkan jari-jarinya?
Lalu aku tahu apa yang menggerogoti tubuh ayah ibuku,
Dihari raya tahun kedua selepas kakakku pamit dari rumah Tuhan masih kutemui ayah ibuku menjadi sunyi, katanya mereka mau pulang menuju masa depan yang masih samar mereka tak lagi betah
Aku takut mereka jadi kebisuan lalu kami ditinggal kesedihan,
Aku takut .
Sebab itu aku mau menyajikan sepiring kebahagiaan untuk ayah & ibuku diatas meja deritanya yang sekarang bertambah reyot dan tinggal kaki tiga
Aku mau memberi segelas kedamaian untuk mereka teguk bersama
Aku mau mensucikan ayah ibuku dari dosa -dosa hasil perbuatan kami.
Aku mau membersihkan bercak hitam-hitam ditubuh ayah ibu biar mereka tidak dimarahi Tuhan kalau suatu hari nanti mereka bertemu,
Ingin aku sembuhkan luka-luka mereka, tapi aku tak bisa , tidak pernah bisa.
Aku mau mereka tidak perlu menanggung beban hidup yang miskin ini,
Bertanggung jawab atas dosa anak-anaknya, bahkan kakak ku yang telah mengkhianati kami,
tak perlu.
Kami memang anak-anak tak tahu diuntung, tak tahu terimakasih sebab durhaka pada mereka
jadi aku ingin biar aku yang tanggung dosa atas ayah dan ibu, biar mereka disucikan oleh Tuhan dengan air sucinya
agar mereka bisa tersenyum dimasa depan nanti, biar mereka lupakan pahitnya menegakkan meja kehidupan yang reyot ini.
Cukup dunia yang menyengsarakan, sebenarnya ingin aku teriakkan merahku pada kakak ku yang menciptakan koreng diatas kulit ayah ibuku,
ingin aku salahkan mereka atas kesunyian dan beban yang ditanggung orang tuaku atas tambahan derita batin yang harus mereka pertanggung jawabkan. Inginku salahkan mereka.

Lantas bisakah aku menyuap Tuhan agar memaklumi hidup kami yang kacau ini.

                                ...

#didapat dari kisah nyata seseorang yang paling dekat dengan saya, dan maaf tulisan ini masih banyak sekali kekurangan. Sebenarnya ini sebagai bentuk pikiran saya yang kadang tidak menentu, dan sekali lagi ACAK.

Terimakasih banyak aku ucapakan untuk kak @alfons44 (dalam  karyanya berjudul Cara Ibu Bekerja) dan kak @tersugakan (dalam karyanya yang berjudul Arus). Terimakasih sudah memberikan saya ijin untuk menjiplak beberapa tulisannya untuk saya rubah sedikit menjadi versi saya. Terimakasih.

Selasa, 11 Desember 2018

Cinta pertama

Kataku terhenti untuk waktu tertentu,dimana aku penjarakan pikiran-pikiran dikepalaku.
Bukankah aku delusi yang terlalu lama?
Pada arena dimana kakiku berpijak aku memilih menjadi diriku, tersenyum getir menangkap figur optik yang berdiri serupa lukisan Van Gogh yang tergantung pada dinding galleri. Dingin. Tapi menghangatkan.
Imaji siapa yang membuat jalan hidup seindah ini ?
Skenario siapa yang membuat mimpi gila ini semakin menjadi ?
Haru yang membuat awan menangis aku tak pernah memintanya. Hanya saja,
Akankah aku baik-baik saja jika terus seperti ini.
Ia adalah ketidakmungkinan,
Dan sajakku tak pernah cukup menuliskannya.
Untuk Ia, akan selalu ada pinta yang takkan lekang yang selalu menjadi bagian dari hening doaku.
Terimakasih membuatku jatuh cinta terlalu lama telah kutuliskan sebuah bait sepeninggalku, kenalilah makna kiasan kaku dari perjalanan yang mulai terlupa.
Karena setelah keramaian pergi, tawa,tangis, cinta tak kan kau temui disana.
Lalu yang tersisa hanya jejak-jejak luka,
Selamat tinggal cinta pertama.


Pernah dipublis untuk lomba Tulis.me

Kamis, 06 Desember 2018

Mencari Kaki Pelangi

Mencari Kaki Pelangi

Kenapa ada kemustahilan antara kita.

Pertemuan kita tak disengaja , temanku memperkenalkan kita, kamu bertujuh dan aku berdua.
Aku diam-diam mengagumi kamu karena beberapa persamaan. Untuk waktu yang lama kita bersama, tapi bukan sebagai apa-apa. Suatu hari aku pernah menangis pada malam dan sujudku sebab ada yang mustahil diantara kita.

Pada suatu subuh diatas ranjang usangku yang berderit, kamu berbaring disampingku
"Jimin apa kamu percaya ada hal -hal yang mustahil di dunia ini?"

"Tidak ada hal yang mustahil jika kamu berusaha lebih keras dan percaya Tuhan."

"Jim, apa kamu percaya jika kita bisa menemukan kaki pelangi, semua harapan kita akan terwujud?"

"Emm aku tidak tahu. Apa sebenarnya yang ingin kamu sampaikan Ar? Jangan aneh -aneh lagi dengan pikiran acakmu."

Aku melihatmu bangkit dari sampingku lalu berjalan menuju sisian jendela ,kamu berdiri melihatku yang terduduk.

"Jimin, sebelum kamu pulang aku mau hadiah ulang tahunku ya,

"Hanya hadiah kan, aku sudah menyiapkan untukmu. 5 September nanti ya"

Jimin, pemuda berpipi bulat, dan mata bulan sabit itu nyatanya juga manusia seperti aku tapi manusia yang tak bisa aku tafsirkan pikirannya,ia baik namun aku tak tahu maksudnya. Dia pemuda sehangat mentari. Dia pemuda yang sebenarnya membantuku bertahan hidup sejauh ini, entah apa jadinya jika ia lenyap dari sisiku.

"Jimin"

"Ya Ar apa lagi ?"

"Jiminn, akuu..."

Belum sempat aku selesaikan kataku, ketika kudongakkan wajahku untuk melihat sosokmu yang membelakangi cahaya jendela kamarku namun kamu memburai, sosokmu mengabur , suaramu melirih aku tak lagi bisa merungu, bahkan jika itu deru nafasmu sekalipun lalu kau perlahan lenyap bersamaan matahari yang mulai naik, silau sekali.

Yang ku dapati hanya bingkai fotomu dekat jendela itu, kamu yang tersenyum manis sekali.
Aku menangis meneriaki namamu, bahkan kamu belum sempat mendengar harapanku di ulang tahunku nanti.

"Jiminnnnn"
Aku bangkit, mendapati diri masih berada di ranjangku, mataku sembab sekali nafasku masih tersengal. Aku bermimpi.

Melirik disampingku sebuah majalah sewarna langit dengan beberapa bait kalimat yang membuat pasokan oksigenku habis.
"Park Jimin BTS umumkan akan menikah 5 september mendatang."

"Jimin aku mau tanya Tuhan dimana letak kaki pelangi, aku mau kelak disurga aku bisa menikah denganmu Jimin".

Kamu belum dengar harapanku Jimin.

End.

Untuk Jimin suatu hari nanti.
Otakku sedang acak jadi lahirlah fiksi ini. Mohon dimaklumi, saya tidak pandai menulis.