Jumat, 11 Januari 2019

Beban

Dua puluh dua tahun aku seperti lupa cara ibu memandikan kami di bak bekas ia mencuci baju-baju,
lupa cara ibu membagi nasi untuk kami makan bertujuh
Dan aku lupa cara ayah memikul tabung-tabung bambu berisi gula-gula mentah.
Mereka hanya tersenyum dalam usahanya menegakkan meja kehidupan yang reyot itu.
Dalam marahnya ayah ibuku diam
Dalam lelahnya mereka juga diam, tapi suatu hari nyatanya pernah aku temukan ibuku menangis dalam diamnya,
Kutemukan pula ayahku memerah pada ucapannya,bergetar dan terisak.
Mereka bilang lelaki itu tidak seharusnya menikahi kakak-kakakmu,
yang barang aku sadari saat kami berdoa di hari raya,kedua kakakku tidak datang kerumah Tuhan.
Mengapa kami tengadah dan mereka hanya menautkan jari-jarinya?
Lalu aku tahu apa yang menggerogoti tubuh ayah ibuku,
Dihari raya tahun kedua selepas kakakku pamit dari rumah Tuhan masih kutemui ayah ibuku menjadi sunyi, katanya mereka mau pulang menuju masa depan yang masih samar mereka tak lagi betah
Aku takut mereka jadi kebisuan lalu kami ditinggal kesedihan,
Aku takut .
Sebab itu aku mau menyajikan sepiring kebahagiaan untuk ayah & ibuku diatas meja deritanya yang sekarang bertambah reyot dan tinggal kaki tiga
Aku mau memberi segelas kedamaian untuk mereka teguk bersama
Aku mau mensucikan ayah ibuku dari dosa -dosa hasil perbuatan kami.
Aku mau membersihkan bercak hitam-hitam ditubuh ayah ibu biar mereka tidak dimarahi Tuhan kalau suatu hari nanti mereka bertemu,
Ingin aku sembuhkan luka-luka mereka, tapi aku tak bisa , tidak pernah bisa.
Aku mau mereka tidak perlu menanggung beban hidup yang miskin ini,
Bertanggung jawab atas dosa anak-anaknya, bahkan kakak ku yang telah mengkhianati kami,
tak perlu.
Kami memang anak-anak tak tahu diuntung, tak tahu terimakasih sebab durhaka pada mereka
jadi aku ingin biar aku yang tanggung dosa atas ayah dan ibu, biar mereka disucikan oleh Tuhan dengan air sucinya
agar mereka bisa tersenyum dimasa depan nanti, biar mereka lupakan pahitnya menegakkan meja kehidupan yang reyot ini.
Cukup dunia yang menyengsarakan, sebenarnya ingin aku teriakkan merahku pada kakak ku yang menciptakan koreng diatas kulit ayah ibuku,
ingin aku salahkan mereka atas kesunyian dan beban yang ditanggung orang tuaku atas tambahan derita batin yang harus mereka pertanggung jawabkan. Inginku salahkan mereka.

Lantas bisakah aku menyuap Tuhan agar memaklumi hidup kami yang kacau ini.

                                ...

#didapat dari kisah nyata seseorang yang paling dekat dengan saya, dan maaf tulisan ini masih banyak sekali kekurangan. Sebenarnya ini sebagai bentuk pikiran saya yang kadang tidak menentu, dan sekali lagi ACAK.

Terimakasih banyak aku ucapakan untuk kak @alfons44 (dalam  karyanya berjudul Cara Ibu Bekerja) dan kak @tersugakan (dalam karyanya yang berjudul Arus). Terimakasih sudah memberikan saya ijin untuk menjiplak beberapa tulisannya untuk saya rubah sedikit menjadi versi saya. Terimakasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar