Sabtu, 12 Januari 2019

Mimpi

Ayah,Ibu sudah 8.030 hari lebih, terimakasih telah menjadikanku cinta pertamamu, bahkan sebelum kalian melihat wujud dan sifatku, tapi hari ini aku ingin mencari pusat duniaku, ingin menemukan takdirku diantara umat-umat manusia itu, meskipun takdirku nantinya berujung pedih.

Ayah, Ibu bukan aku tidak sanggup, hanya saja selalu ada yang meresahkan, seperti tentang lukamu yang tak tersampaikan, akupun sama, kita sama-sama menanggung sesuatu yang meresahkan itu, sesuatu yang tidak dapat aku bagi dengan orang lain.
Lantaran aku bukan apa-apa aku tak bisa mengelim musim-musim berikutnya dengan sesuatu yang indah, bahkan jika itu hanya sekedar tiga cangkir teh yang kita minum bersama.

Lantas aku tidak harus menyesalinya bukan?

Bu, waktu itu aku bermimpi tentang kumandang takbir yang kita nyanyikan bertiga, ibu, ayah, dan aku. Aku berdoa semoga mimpiku jadi nyata,
Ayah aku harap kelak kau akan selalu tersenyum menyambut setiap kepulanganku selepas bekerja karena sungguh dunia luar telah menghantamku dengan keras seperti dulu dirimu yang pulang dengan peluh.
Ibu aku rindu usapan tangan kasarmu itu, rindu omelanmu yang sambil membawa ranting kecil saat aku sudah berulah, rindu saat -saat kita berkeluh kesah sepanjang jalan Durensari-Semagung.
Terimakasih telah menjelma menjadi siluet the Starry night yang bisu tapi banyak bicara, yang buta tapi banyak tahu,
Ayah ibu dan kepada apapun waktu ini semoga kalian dapat memeluk bahagiamu, sehatmu dalam genggaman baik pagi, sore, atau malammu, tanpa takut hari menjadi berat.
Maaf aku tidak mungkin mencairkan bintang dalam genggamanmu, atau mengubah buih jadi sehelai sutra untuk kalian pakai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar