Selasa, 11 Desember 2018

Cinta pertama

Kataku terhenti untuk waktu tertentu,dimana aku penjarakan pikiran-pikiran dikepalaku.
Bukankah aku delusi yang terlalu lama?
Pada arena dimana kakiku berpijak aku memilih menjadi diriku, tersenyum getir menangkap figur optik yang berdiri serupa lukisan Van Gogh yang tergantung pada dinding galleri. Dingin. Tapi menghangatkan.
Imaji siapa yang membuat jalan hidup seindah ini ?
Skenario siapa yang membuat mimpi gila ini semakin menjadi ?
Haru yang membuat awan menangis aku tak pernah memintanya. Hanya saja,
Akankah aku baik-baik saja jika terus seperti ini.
Ia adalah ketidakmungkinan,
Dan sajakku tak pernah cukup menuliskannya.
Untuk Ia, akan selalu ada pinta yang takkan lekang yang selalu menjadi bagian dari hening doaku.
Terimakasih membuatku jatuh cinta terlalu lama telah kutuliskan sebuah bait sepeninggalku, kenalilah makna kiasan kaku dari perjalanan yang mulai terlupa.
Karena setelah keramaian pergi, tawa,tangis, cinta tak kan kau temui disana.
Lalu yang tersisa hanya jejak-jejak luka,
Selamat tinggal cinta pertama.


Pernah dipublis untuk lomba Tulis.me

Kamis, 06 Desember 2018

Mencari Kaki Pelangi

Mencari Kaki Pelangi

Kenapa ada kemustahilan antara kita.

Pertemuan kita tak disengaja , temanku memperkenalkan kita, kamu bertujuh dan aku berdua.
Aku diam-diam mengagumi kamu karena beberapa persamaan. Untuk waktu yang lama kita bersama, tapi bukan sebagai apa-apa. Suatu hari aku pernah menangis pada malam dan sujudku sebab ada yang mustahil diantara kita.

Pada suatu subuh diatas ranjang usangku yang berderit, kamu berbaring disampingku
"Jimin apa kamu percaya ada hal -hal yang mustahil di dunia ini?"

"Tidak ada hal yang mustahil jika kamu berusaha lebih keras dan percaya Tuhan."

"Jim, apa kamu percaya jika kita bisa menemukan kaki pelangi, semua harapan kita akan terwujud?"

"Emm aku tidak tahu. Apa sebenarnya yang ingin kamu sampaikan Ar? Jangan aneh -aneh lagi dengan pikiran acakmu."

Aku melihatmu bangkit dari sampingku lalu berjalan menuju sisian jendela ,kamu berdiri melihatku yang terduduk.

"Jimin, sebelum kamu pulang aku mau hadiah ulang tahunku ya,

"Hanya hadiah kan, aku sudah menyiapkan untukmu. 5 September nanti ya"

Jimin, pemuda berpipi bulat, dan mata bulan sabit itu nyatanya juga manusia seperti aku tapi manusia yang tak bisa aku tafsirkan pikirannya,ia baik namun aku tak tahu maksudnya. Dia pemuda sehangat mentari. Dia pemuda yang sebenarnya membantuku bertahan hidup sejauh ini, entah apa jadinya jika ia lenyap dari sisiku.

"Jimin"

"Ya Ar apa lagi ?"

"Jiminn, akuu..."

Belum sempat aku selesaikan kataku, ketika kudongakkan wajahku untuk melihat sosokmu yang membelakangi cahaya jendela kamarku namun kamu memburai, sosokmu mengabur , suaramu melirih aku tak lagi bisa merungu, bahkan jika itu deru nafasmu sekalipun lalu kau perlahan lenyap bersamaan matahari yang mulai naik, silau sekali.

Yang ku dapati hanya bingkai fotomu dekat jendela itu, kamu yang tersenyum manis sekali.
Aku menangis meneriaki namamu, bahkan kamu belum sempat mendengar harapanku di ulang tahunku nanti.

"Jiminnnnn"
Aku bangkit, mendapati diri masih berada di ranjangku, mataku sembab sekali nafasku masih tersengal. Aku bermimpi.

Melirik disampingku sebuah majalah sewarna langit dengan beberapa bait kalimat yang membuat pasokan oksigenku habis.
"Park Jimin BTS umumkan akan menikah 5 september mendatang."

"Jimin aku mau tanya Tuhan dimana letak kaki pelangi, aku mau kelak disurga aku bisa menikah denganmu Jimin".

Kamu belum dengar harapanku Jimin.

End.

Untuk Jimin suatu hari nanti.
Otakku sedang acak jadi lahirlah fiksi ini. Mohon dimaklumi, saya tidak pandai menulis.

Rabu, 05 Desember 2018

Dia perempuan

. tidak apa-apa sekarang dia akan baik-baik saja meskipun memang tak ada kondisi yang benar-benar baik dari seseorang. Akhir ini dia tidak tahu kenapa kecemasan ini menjelma menjadi dirinya, kadang ia sangat mencekat, kadang juga mencekik. Beberapa berubah menjadi keresahan yang meresahkan, tak apa bila dia dikatakan perempuan cengeng karena memang tak ada kata yang cukup untuk ia katakan, membiarkan embun yang menggenang di ujung matanya lolos turun itu cukup mewakili. Ada hembusan getir pada tiap aduan akan kesakitan yang menggerogoti relung hatinya.
Ada resah yang sayangnya tak dapat ia bagi kepada siapapun, beberapa kali diafragmanya pernah menyempit, berebut mengais udara padahal ia tak berlomba , volkadot hitam itu beramai-ramai merangsak masuk dalam kepalanya,
Percayalah dia mencoba berdiri diatas kakinya yang reyot itu, dia terjebak dalam diorama tak berujung.
Setelah hari-hari berat melelahkan tak banyak yang dia inginkan, dia hanya ingin suatu hari nanti saat dia perlahan menghilang sebagai sesuatu yang diterka semesta ingatlah meski hanya sepintas sebagai memori baiknya, ketika dia tak juga menyapa bukan berarti dia lupa, dia hanya sedang berusaha menutupi diri bahwa sebenarnya dia berada pada keadaan paling bawah, keadaan dimana ia tak begitu baik.
Mungkin dia sedang berjuang merangkak mengais-ais sesuatu yang dapat membuatnya lebih bisa bertahan hidup, mencari sekeping memori agar dia bisa menampakkan lengkungan bibirnya. Harapannya kelak masih ada segelintir orang yang masih mau menanyakan kabarnya, atau sekedar menanyakan apakah dia makan dan hidup dengan baik hari ini. Dia ingin minta maaf atas segala torehan luka yang dia ciptakan pada orang sekitarnya.

Kepada saudaraku kak Riekina dan Yustina terimakasih pernah memberi uluran tangan padaku, terimakasih telah meminjamkan bahumu untuk aku sandari.

Kimm 5 Desember 2018