Minggu, 17 Februari 2019

Cara Kita Pulang

Jung, kita akan pulang naik bus, naik pesawat tiket dan ongkosnya mahal, uang kita tak cukup ,naik kereta kita tak dapat selembar pun tiket. Di bangku dua orang aku memilih duduk dekat jendela dan kau disisiku, aku tak peduli pada tempias hujan yang mengetuk-ngetuk jendela, kepalaku berat sekali untuk sekedar tegak. Aku tak tahu kau membayangkan apa. Kita mampir ke sebuah toko, aku memilih-milih buku kau sibuk memilih-milih baju. Kita berdua berjalan pada setapak yang sedikit bongkok, kau genggam jari jemariku.
Aku bermimpi punya sepatu baru bergambar biskuit, sedang kau angankan tentang sebatang cokelat yang pahit,
Jung kau sibak anak rambutku, seperti menyibak dunia lalu kita.
Kita berjalan di lorong-lorong kota ini
Kau ciumi puncak kepalaku, kau kecupi nasib pahit dan getirku, kau bisiki aku dengan kata-katamu ,kau suruh aku kuat.
Jung dunia ini semakin menua, lipatan diwajahku seperti baju yang tak disetrika, maukah kau tetap bersamaku sampai aku jadi kusut dan lusuh ?
Semoga engkau tetap ingat gelang biji pinang yang engkau beri sewaktu dulu,

Jung Hoseok, bisakah kau beritahu aku bagaimana agar ini bisa berhenti barang sebentar ?
Bisakah aku memberi koma pada dunia yang penuh angka-angka, memberi jeda pada dunia penuh perhitungan ini ?
Jung, tak adakah kursi kosong untuk kita duduki berdua ?
Kenapa rumah kita masih sangat jauh ?
Banyak sekali hal-hal yang berkecamuk dikepalaku saat ini Jung,,

Jung tentang leluconmu yang tak lagi melucu, dunia semakin memudar dalam tatapan mata,
Terimakasih karena tawamu masih mampu membuat luka ini samar
Meski kau tak pernah tahu tentang tangisanku yang tak pernah selesai.

Elleanor Kimm 2019

Puisi ini terinspirasi dari sebuah cerita berjudul "Orang-Orang didalam Bus" milik Tersugakan dan sekali lagi ide acak dari otak saya.
Kalau ada yg heran kenapa saya pake nama Hoseok, ya karena saya suka dia , dan ini tepat ulangtahunnya. Dia laki-laki baik.

Pada Harap

Kepada Jung Hoseok : aku ingin berjumpa denganmu. Tentu bukan di sebuah tempat yang gemerlap serupa matamu. Bukan juga pada tempat yang bingar serupa panggungmu.
Melainkan disebuah pondok sederhana yang kita sebut rumah. Kita akan bercengkrama tentang daging-daging yang diasapkan, sawi yang difermentasi, atau tentang sup rumput laut, mungkin ?

Kepada Jung Hoseok, aku mau bercerita padamu tentang cerita yang tak akan habis, cerita tentang anak perempuan berambut ikal yang ingin menyentuh langit, katanya ia mau mencairkan satu bintang untuk ia persembahkan kepada seseorang yang dicintainya. Cerita yang kita tidak tahu akhirnya,cerita yang selalu engkau pisahkan subjek, predikat, dan objeknya. Lalu saat kau menemukan titik terang dari akhir ceritanya, kau akan tertawakan aku sebab kau lihat aku mengeja sampai otakku mendidih aku tak temukan jawabannya. Aku kalah.
Lalu aku jadi angin. Aku jadi angin yang merengkuh tubuhmu yang menjulang. Mungkin aku perlu bermeter-meter atau lebih untuk mengukur tinggimu. Akhhh, aku pusing, yang aku tahu bahwa aku ingin bercerita denganmu lebih lama, menyatu denganmu jadi kesatuan yang mendobrak fluktuasi diluar angkasaku. Menjelma jadi cerita yang membuatku ternyuh.

Jung Hoseok, jika ada cerita lagi, aku mau bercerita denganmu lebih lama dari ini.

Kepada Jung Hoseok : dapatkah aku terus mengenangmu dengan keterbatasan, dengan cinta yang mengaksara, dan rindu yang beraroma?